REVIEW MATERI SEJARAH PEDESAAN PERTEMUAN 10

Dalam sejarah tidak ada kata ‘mungkin’, karena sejarah merupakan kejadian yang sudah terjadi dan pasti. Sumber tertulis tentunya mempunyai berbagai macam informasi didalamnya, seorang sejarawan yang baik dituntut untuk dapat mencari informasi sedetail mungkin terkait dengan peristiwa yang ingin ia rekontruksi disalah satu bentuk tulisan tersebut untuk kemudian dapat ditilik dan dipakai. Sumber-sumber tersebut terkadang agak sulit untuk dipahami. Maka, mau tidak mau sejarawan haru memiliki setidaknya basic knowlede atau pengetahuan dasar terkait dengan tema topik yang dibahas tersebut. Kemudian ada pula yang dinamakan sumber lisan, sumber ini tentunya berkaitan dengan “lisan” atau penuturan dari seeorang, baik perorangan maupun kelompok, yang melihat, merasakan, ataupun ikut serta pada kejadian atau peristiwa yang ada dengan mata kepalanya sendiri. Sumber lisan merupakan sumber yang cukup diperhatikan dalam reka ulang sejarah berhubung tuturan seorang terkait dengan peristiwa, dalam kadar tertentu, tentunya dapat dihubungkan sebagai sebuah benang merah dari sebuah peristiwa yang ada di masa lalu. Sumber berupa tuturan ini seringkali menjadi andalan bagi para sejarawan, terutama sejarawan di wilayah kajian yang lebih kontemporer untuk dapat merekontruksi sebuah kejadian atau peristiwa. Namun, sumber ini mempunyai kelemahan, utamanya dalam menelaah sebuah masa lalu dari sebuah tuturan seseorang, yang mana tentunya seseorang tersebut mungkin saja mempunyai kepentingan ataupun konteks tertentu, seperti ketakutan, kegelisahan, dan bahkan kemarahan yang bisa mereduksi kenyataan yang ada pada masa lalu tersebut.

Desa-desa kita tidak banyak yang menyimpan dokumen lebih tua dari 1950. Kekurangan itu dapat diisi oleh sejarah lisan. Perubahan-perubahan sosial di desa tidak sampai dicatat oleh statistik di kelurahan. Misalnya, kita akan menulis sejarah agraria di desa: pembagian tanah, pemilikan tanah, peralihan tanah, jual beli, dan gadai. Dalam hal-hal semacam itu, penelitian berdasarkan daftar di catatan agraria saja tentu tidak cukup. Masih ada kebiasaan di desa dengan pemilikan tanah secara bersama oleh keluarga meskipun dalam pethuk pajak hanya tercantum satu nama saja. Sejarah lisan sanggup memverifikasikan hal semacam itu.

Sama seperti sejarah desa, sejarah kota juga memerlukan sejarah lisan. Sejarah geografi tempat tinggal, demografi, dna fisik kota mungkin dapat ditemukan dalam dinas-dinas kota. Tetapi, sejarah sosial budaya kontemporer kota barangkali dapat dilihat terutama melalui ingatan warga kotanya. Bahan-bahan seperti koran, majalah, dan buku-buku tidak dapat sepenuhnya memberi kesaksian tentang kehidupan kota yang kompleks. Kota-kota tradisional seperti Surakarta dan Yogyakarta masih menyimpan sisa-sisa masyarakat masa lampau ketika kerajaan masih jaya. Hubungan sosial antar bangsawan, antar status, dan antar kelas sosial di masa lampau, pergeseran dari bendara ke priyayi pegawai negeri hanya dapat ditangkap melalui kesaksian-kesaksian. Demikian pula hubungan sosial antara penduduk Belanda dengan pribumi. Juga keadaan kota di zaman Jepang banyak dijumpai dalam sumber lisan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal: Sejarah Perkembangan Islam di Brunai Darussalam

RESENSI BUKU REFORMA AGRARIA: Landreform dan Redistribusi Tanah di Indonesia

REVIEW MATERI MATA KULIAH SEJARA PEDESAAN PERTEMUAN KE-9