PERBANDINGAN TIGA BUKU (2)


Buku 1
Judul                : Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan
Penulis             : Mubyarto
Penerbit           : Sinar Harapan, Jakarta, 1994
Tebal Buku      : 300 hlm

Buku ini membahas kebijakan pertanian di Indonesia yang memberikan pandangan objektif berdasarkan khasanah keilmuan. Pertanian merupakan urusan petani. Dulu petani diberi hak mengerjakan tanah yang dimiliki raja dengan kewajiban menyerahkan sebagian hasilnya kepada raja atau wakilnya sehabis panen. Pada masa penjajahan Belanda, dibuatlah undang-undang tentang agraria dimana digunakan untuk memanfaatkan tanah atau lahan pertanian yang selalu ada kaitannya dengan struktur kepemilikan lahan dan penggunaan tanah. Bahkan setelah kemerdekaan, masih terjadi pemaksaan dan praktek-praktek bertani yang sama seperti pada masa penjajahan.
       Aspek penting dari politik pertanian adalah yang menyangkut masalah kepemilikan, penggunaan, pemeliharaan, persewaan, dan penguasaan tanah. Penentuan kebijakan sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara. Terdapat dua model besar penentuan kebijakan pada umumnya, dan kebijakan pertanian khususnya. Pertama adalah kebijakan yang menganut sistem pasar yang menekankan interaksi antara produsen dan konsumen dengan sedikit atau tanpa adanya campur tangan pemerintah. Kedua, kebijakan dengan sistem terpusat dimana semua kebijakan dipengaruhi oleh pemerintah. Tentunya dua model tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.


Buku 2
Judul               : Hukum Pertanahan (Pengaturan, Problematika dan Reformasi Agraria)
Penulis            : Ahmad Setiawan, S.H., M.H.
Penerbit          : LaksBang Justitia, Yogyakarta, September 2019
Tebal Buku     : 230 X 160mm; hlm v + 257

Buku ini membahas hukum pertanahan mengenai peraturan, problematika dan reformasi agraria. Selain itu, pada buku ini terdapat penjelasan mengenai pendaftaran tanah di Indonesia, hak negara dalam menguasai tanah, dan fungsi sosial atas tanah. Tanah memiliki fungsi sebagai social asset dan capital asset. Tujuan hak menguasai oleh negara atas sumber daya alam khususnya tanah yaitu keadilan sosial dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pendaftaran tanah penting dilakukan agar pemegang hak atas tanah dapat memperoleh jaminan kepastian hukum. Selain pemegang hak atas tanah, pendaftaran tanah ini juga menjadi kewajiban bagi pemerintah. Pentingnya pendaftaran tanah bagi pemerintah diantaranya agar pemerintah dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai data bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Kasus pertanahan dibagi menjadi tiga kasus, antara lain sengketa pertanahan, konflik pertanahan, dan perkara pertanahan. Adapun upaya penyelesaian tanah dapat dilakukan dengan arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau dengan jalan konsiliasi dan meditasi.


Buku 3
Judul          : Pola Penguasaan, Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Kalimantan Barat
Penulis            : Y.C. Thambun Anyang, S.H.
Penerbit          : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1989
Tebal Buku     : ix + 96 hlm

Buku ini membahas tentang pola penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah secara tradisional di daerah Kalimantan Barat. Selain itu, buku ini juga berisi identifikasi lokasi dan masyarakat, sejarah mengenai tanah tersebut, serta analisa tentang pola penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah. Terdapat dua bentuk penguasaan tanah yaitu penguasaan komunal atas tanah, dan penguasaan perorangan atas tanah. Penguasaan perorangan atas tanah akan berakhir apabila yang bersangkutan pindah dan tidak ada ahli waris di lokasi yang dikuasainya tersebut. Dengan demikian penguasaan atas tanah itu kembali pada penguasaan persekutuan sehingga semua warga berhak untuk mengerjakan tanah tersebut. Setiap warga persekutuan berhak memiliki tanah persekutuan dengan ketentuan memenuhi adat kebiasaan dalam proses pemilikan tanah. Hak milik adat perorangan diakui oleh masyarakat sejak ia pertama kali mengerjakan tanah tersebut. Tanah persekutuan dan tanah milik perorangan memiliki batas-batas yang telah disepakati oleh persekutuan lain atau orang lain yang tanahnya berbatasan langsung. Batas yang mereka gunakan, seperti menggunakan batas alam, batas yang ditanam atau diletakkan bersama. Penggunaan tanah pada masyarakat suku Daya Linuh, terutama tanah perladangan, belum berdaya dan berhasil guna. Hal ini disebabkan jenis usaha dan tingkat teknologi mereka yang masih sederhana. Jadi, penggunaan tanah, baik tanah perladangan maupun tanah kebun, hanya sekedar untuk menunjang kehidupannya.


Kesimpulan
Dari ketiga buku tersebut, sama-sama membahas tentang masalah tanah. Akan tetapi, buku pertama lebih membahas tentang kebijakan pertanian di Indonesia. Buku pertama menekankan pada analisis berbagai macam kebijakan yang menyangkut pengembangan penduduk pedesaan dan lingkungan. Buku kedua lebih membahas hukum pertanahan mengenai peraturan, problematika dan reformasi agraria. Selain itu, juga terdapat penjelasan mengenai pendaftaran tanah di Indonesia, hak negara dalam menguasai tanah, dan fungsi sosial atas tanah. Pada buku ketiga, membahas pola penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah secara tradisional di daerah Kalimantan Barat, khususnya suku Daya Linuh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal: Sejarah Perkembangan Islam di Brunai Darussalam

RESENSI BUKU REFORMA AGRARIA: Landreform dan Redistribusi Tanah di Indonesia

REVIEW MATERI MATA KULIAH SEJARA PEDESAAN PERTEMUAN KE-9