SEJARAH PEDESAAN

Nama    : Putri Arasy Suryaningtyas

NIM      : 180110301068


REVIEW MATERI SEJARAH PEDESAAN

A.      SEJARAH PEDESAAN

Sejarah pedesaan tumbuh karena terdorong oleh rasa ketidakpuasan terhadap metode sejarah yang umum berlaku serta oleh kebutuhan untuk menanyakan soal-soal baru. Sejarah pedesaan memiliki arti yang sangat luas, dan secara khusus meneliti tentang desa atau pedesaan, masyarakat petani, dan ekonomi pertanian. Desa dalam sejarah pedesaan dapat dikategorikan dalam:

1.  Satuan ekosistem, yaitu perpaduan antara aktivitas manusia, keadaan biologis dan proses fisik.

2.  Satuan geografis, terdapat berbagai macam hubungan antar desa. Satuan geografis seperti perbukitan, daerah aliran sungai, pantai, teluk, selat, dan pedalaman desa-desa mempunyai hubungan-hubungan tertentu satu sama lain.

3.  Satuan ekonomis, dekat pengertiannya dengan satuan geografis, dan dapat menjadi bagian dari satuan geografis, begitupun sebaliknya. Misalnya, desa-desa di Banten dan desa-desa di Lampung ternyata mempunyai hubungan ekonomis, dalam arti bahwa banyak orang Banten yang bekerja di desa-desa Lampung.

4.    Satuan budaya.

Sejarah pedesaan adalah sejarah yang mengkaji tentang bidang-bidang garapan desa, masyarakat petani, dan ekonomi pertanian. Sejarah merupakan ilmu tentang perubahan-perubahan, sehingga sejarah dapat menggolongkan masalah kedalam berbagai kelompok, yaitu:

1.    Bangunan fisik, dapat berupa monografi tentang sebuah satuan penelitian atau khusus mengenai satu desa tertentu. Selain itu, perubahan ekologi, pemukiman, jalur komunikasi, dan penduduk juga termasuk dalam kelompok ini.

2.   Satuan sosial, dapat meliputi keluarga, kesatuan desa, kelas sosial, kelompok agama dan budaya, dan kelompok etnis.

3. Lembaga sosial, dapat meliputi lembaga pemerintahan, keagamaan, politik, sosial, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya termasuk dalam kelompok ini.

4. Hubungan sosial, diantaranya berupa masalah stratifikasi, integrasi, konflik, mobilitas sosial, migrasi, dan hubungan desa-kota.

5.    Gejala psiko-kultural.

B.       SEJARAH EKONOMI DESA

Sejarah ekonomi masih relatif asing bagi sejarawan Indonesia. Sejarah ekonomi juga merupakan hal yang relatif baru di negeri-negeri Barat. Meskipun jauh sebelumnya sejarah ekonomi telah ditulis, tetapi pada tahun 1892, sejarah ekonomi pertama di dunia baru ada di Harvard, dan di Inggris baru ada tahun 1910. Sejarah ekonomi tidak lagi menjadi bagian dari ekonomi politik, dan terus berkembang dengan penggunaan metode quatitalis yang maju dalam pergerakan the New Economic History. Ekonomi pedesaan dan ekonomi pertanian tidak selalu sama, tetapi keduanya dapat dipersamakan dan ditukarkan dalam arti khusus. Daniel Thorner mengemukakan ciri-ciri ekonomi petani, yaitu (1) dalam bidang produksi, masyarakat terlibat dalam produksi agraria; (2) penduduk yang terlibat dalam pertanian harus lebih dari separuhnya; (3) ada kekuasaan negara dan lapisan penguasanya; (4) ada pemisahan antara desa dengan kota, jadi ada kota-kota dengan latar belakang desa-desa; dan (5) satuan produksinya ialah keluarga rumah-tangga petani.

        Ekonomi petani menjadi kategori tersendiri dalam sejarah ekonomi dengan maksud untuk memenuhi kekurangan dalam analisa perkembangan ekonomi. Menurut Basile Kerblay, terdapat perbedaan antara ekonomi petani dengan ekonomi kapitalis yaitu ekonomi kapitalis lebih berdasarkan modal, dan ekonomi petani berdasarkan kerja. Sejarah ekonomi lokal sangat penting, karena tiap-tiap daerah di Indonesia menempuh jalan sendiri-sendiri dalam perkembangan ekonomi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertama, ada atau tidak adanya organisasi kenegaraan. Dalam hal ini perbedaan terjadi antara berbagai daerah yang yang disebabkan oleh corak kerajaan-kerajaan atau organisasi sosial setempat yang berbeda. Kedua, ada atau tidaknya kelas menengah yang asli. Di Indonesia, tidak semua daerah memiliki kelas pedagang sejak awal. Hanya daerah-daerah yang berada di tepi pantai, atau secara tradisonal merupakan kerajaan maritim mempunyai lapisan orang kaya sebagai kelas menengah yang berada di luar aristokrasi dan petani. Ketiga, adanya kekuasaan kolonial yaitu di Jawa, sedangkan daerah-daerah di luar Jawa tidak demikian.

            Faktor-faktor ekonomi pedesaan meliputi tanah, kerja, kapital upah, harga dan sewa. Peranan dari masing-masing faktor itu berbeda dalam berbagai tipe ekonomi, yaitu tentang apa yang menjadi modal utama sebuah sistem, apa yang harus diekonomisasikan dan apa yang dimaksimalisasikan. Sektor ekonomi yang dikenal dalam ekonomi pedesaan berhubungan dengan pertanian, perdagangan, peternakan, dan industri rumah tangga. Lembaga-lembaga ekonomi seperti kredit, koperasi, lumbung desa, bank sudah banyak dikenal dalam ekonomi pedasaan, terutama atas campur tangan kekuasaan negara. Lembaga-lembaga tersebut sedikit banyak mengubah ekonomi petani.

C.      SOSIOLOGI PEDESAAN

Terdapat dua versi sosiologi pedesaan, yaitu pertama versi lama (klasik) yaitu menggambarkan keadaan Barat yang memperlihatkan perbedaan yang jelas dan bahkan dikotomi antara desa dan kota. Kedua, versi baru (modern) muncul setelah era globalisasi, dimana perkembangan teknologi (khususnya transportasi dan komunikasi) membuat perbedaan antara desa dan kota semakin kabur.

Sosiologi pedesaan pertama kali lahir di Amerika, bermula dari para pendeta Kristen yang hidup di daerah pedesaan (pertanian) yang menuliskan kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan yang hidup di bagian utara negeri tersebut. Dari tulisan itu, mereka berusaha mencari pemecahan masalah yang timbul dalam masyarakat pedesaan. Lahirnya industri di benua ini menimbulkan masalah yang menyebabkan sebagian daerah pedesaan menjadi terbengkalai, bahkan sempat terjadi depopulasi di beberapa daerah pedesaan di New England dan daerah timur laut Amerika Serikat. Munculnya depopulasi ini menyebabkan munculnya isu kemanusiaan yang menyebabkan keinginan untuk memperbaiki kehidupan di pedesaan mulai meluas sekitar tahun 1900. Isu tersebut melahirkan mata kuliah mengenai masalah sosial pedesaan di Universitas Chicago, Michigan dan North Carolina, dan membuat Presiden T. Roosevelt membentuk komisi tentang kehidupan desa (Commision on Rural Life). Misi utama komisi ini yaitu mempelajari masalah-masalah sosial di pedesaan Amerika Serikat dan lebih lanjut membuat saran-saran perbaikan.

Desa secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta deshi, yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Desa adalah suatu komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu, baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, terutama yang bergantung pada pertanian. Desa juga dapat diartikan sebagai kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). Adapun pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, air, sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk di tempat itu.

a.    Tipologi Desa

1.      Jika dilihat dari perkembangan suatu desa, yaitu

1)      Pradesa, merupakan tipologi desa yang paling sederhana, yang disebut sebagai pemukiman sementara. Penduduk desa masih sangat bergantung dengan alam. Jadi, ketika panen selesai, atau lahan sebagai sumber penghidupan utama tidak lagi memberikan hasil, mereka akan berpindah lagi.

2)     Desa swadaya, merupakan desa yang paling terbelakang dengan budaya kehidupan tradisonal dan masih sangat terikat dengan adat istiadat. Desa ini memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat minim, serta sangat bergantung pada alam.

3)   Desa swakarsa, merupakan desa yang mengalami perkembangan lebih maju dibandingkan dengan desa swadaya. Desa ini telah memiliki landasan lebih kuat dan berkembang lebih baik serta lebih kosmopolit. Penduduknya mulai melakukan peralihan mata pencaharian dari sektor primer ke sektor lain.

4)  Desa swasembada, merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih tinggi dalam segala bidang yang berkaitan dengan aspek sosial dan ekonomi. Sarana dan prasarana lebih lengkap dengan perekonomian lebih mengarah pada industri barang dan jasa.

2.      Jika dilihat dari mata pencahariannya, desa dibagi menjadi:

1)   Desa persawahan, dimana sebagian besar kehidupan penduduknya bergantung pada potensi pertanian sawah.

2)  Desa perladangan. Sebagian besar penduduknya bergantung pada potensi pertanian tanah kering. Ladang dapat ditanami padi atau palawija.

3)   Desa perkebunan. Sebagian besar penduduknya bergantung pada potensi pertanian tanaman keras yang lebih dari satu musim.

4)      Desa peternakan. Sebagian besar penduduknya bergantung pada peternakan.

5)      Desa nelayan. Sebagian besar penduduknya bergantung pada potensi laut.

6)   Desa industri kecil. Sebagian besar kehidupan penduduknya nergantung pada industri kecil dan kerajinan.

7)   Desa industri sedang dan besar. Sebagian besar penduduknya bergantung pada potensi industri sedang dan besar. Masyarakat desa ini umumnya bermata pencaharian sebagai pekerja atau buruh di pabrik.

8)      Desa jasa dan perdagangan. Sebagian besar penduduknya bergantung pada potensi perdagangan dan jasa. Desa ini terletak di daerah perkotaan atau berbatasan dengan kota.

Mengingat Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya sebagai petani, jumlah desa pertanian sangatlah banyak. Namun, desa di Indonesia tidak hanya desa dengan nuansa pertanian, tetapi terdapat juga desa dengan nuansa lain, yaitu:

1.    Desa tambangan, yaitu desa yang terdapat sungai besar yang kegiatan utamanya menyeberangkan orang atau barang.

2.  Desa nelayan, yaitu desa yang penduduknya memiliki mata pencaharian utama yaitu usaha perikanan laut.

3.      Desa pelabuhan, yaitu desa yang memiliki hubungan mancanegara, antar pulau dan sebagainya.

4.    Desa perdikan, yaitu desa yang dibebaskan dari pungutan pajak, karena diwajibkan memelihara makam raja atau karena jasa-jasa terhadap raja.

5.  Desa penghasil usaha pertanian, kegiatan perdagangan, industri kerajinan, pertambangan, dan sebagainya.

6.      Desa perintis, yaitu desa yang ada akibat kegiatan transmigrasi.

7.  Desa pariwisata, yaitu desa yang mata pencaharian penduduknya terutama karena objek pariwisata.

b.      Pola pemukiman pedesaan

Setiap daerah memiliki kondisi geografis yang berbeda-beda, sehingga pola pada setiap desa juga berbeda-beda. Pola persebaran desa di Indonesia pada umumnya sebagai berikut.

1.   Pola desa melingkar, yaitu tempat tinggal penduduk desa melingkar dengan pusat kegiatan sosial budaya berada ditengah-tengahnya, sementara ladang dan persawahan tersebar di luar lingkaran utama. Pola seperti ini banyak terdapat di Bali sebelum modernisasi menyentuh pulau Bali dengan pura desa sebagai pusat tempat tinggal penduduknya.

2.   Pola desa menyusur sepanjang sungai/pantai, yaitu pemukiman penduduk berada di sekitar sungai atau jalan raya. Pola ini terdapat di Kalimantan (memanjang sungai) dan Sumatra (memanjang jalan atau tempat yang menjadi pusat kegiatan).

3.    Pola desa terpusat (konsentris), yaitu pemukiman penduduk mengumpul di suatu lokasi yang memiliki administratif lebih kecil (misal, dusun) dan ada lahan pertanian diantara dusun-dusun tersebut. Pola ini pada umumnya berada di Jawa dan Sumatra yang memungkinkan penduduk desa yang berdomisili di masing-masing dusun memiliki hubungan yang erat dan akrab.

4.    Pola desa linier. Bentuk desa ini berada di dataran rendah dan biasanya memanjang mengikuti arah jalan raya yang melewati desa tersebut. Untuk itu, perlu dibuatkan jalan tembus mengelilingi desa.


Sumber:

Jamaludin, Adon Nasrullah. 2015. Sosiologi Perdesaan. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Zid, Muhammad, dan Ahmad Tarmiji Alkhudri. 2016. Sosiologi Pedesaan: Teoritisasi dan Perkembangan Kajian Pedesaan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.




REVIEW MATERI SEJARAH PEDESAAN PERTEMUAN KE 2 DAN 3

Sejarah desa merupakan bagian dari sejarah pedesaan. Pedesaan merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahannya sendiri. Menurut C.S. Kansil, pedesaan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah secara langsung dibawah camat, dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada masa sekarang, secara administratif, pengertian desa versi Kansil masih berlaku. Namun secara wewenang, desa berkaitan dengan Undang-Undang otonomi desa. Kerajaan muncul berawal dari desa. Logikanya, jika dari zaman prasejarah, nomaden, kemudian menetap. Karena terdapat persamaan budaya dan sosial, kemudian mendirikan suatu komunitas, dan membentuk desa.

            Menurut Bintarto, desa merupakan perwujudan kesatuan geografis, sosial, ekonomi, politik, dan budaya, yang terdapat di suatu daerah dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Menurut Paul H. Landis, desa memiliki penduduk kurang dari 2500 orang, dengan ciri yaitu:

1.      Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.

2.      Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

3.      Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

            Kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “deshi” yang berarti tempat tinggal. Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat dalam wilayah yang jelas menurut suasana yang formal atau informal dengan satuan terkecil keluarga, yang punya wilayah otonomi sendiri dalam penyelenggaraan kehidupan dan keterikatan antara keluarga-keluarga dalam kelompok masyarakat sebagai akibat adanya unsur penguat yang bersifat religius, tradisi, dan adat istiadat. Menurut van den Berg dan Kern, desa di Jawa adalah buatan India. Sedangkan menurut van Vollenhoven dan Brandes, desa di Indonesia merupakan asli buatan Indonesia. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa-desa di Jawa adalah asli, bukan buatan India dan Belanda. Menurut peraturan pemerintah desa-desa bukan buatan luar Indonesia, karena sebelum Indonesia merdeka, desa sudah ada yang mempunyai kedudukan sebagai desa yang mandiri. Maksud desa mandiri adalah desa yang punya kedudukan sebagai kesatuan sosial dan hukum atau adat yang masih diberi kebebasan tertentu. Desa sebagai kesatuan administratif merupakan bagian integral dari negara republik Indonesia. Contoh, desa Panglipuran di Bali yang memiliki aturan dimana seorang laki-laki tidak boleh poligami. Jika terdapat laki-laki yang menikah lagi, maka ia akan diasingkan.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang desa, yaitu desa berbeda dengan kelurahan. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyebutan nama desa sesuai dengan budayanya masing-masing, diantaranya:

No.

Provinsi

Nama Desa

Sebutan Kepala Desa

1

Nangroe Aceh Darussalam

Kampung, mukim, gampong

Kepala kampung

2

Sumatra Utara

Timur: kampung

Tapanuli: negeri, ori, huta

Kepala kampung, kepala negeri

3

Sumatra Barat

Nagari wali

Nagari

4

Riau

Kampung

Kepala kampung

5

Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung

Marga

Pasirah, Kepala marga

6

DKI Jakarta

Lurah

Kelurahan

7

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sulawesi Tenggara, NTB

Desa

Kepala desa

8

Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Sulteng, Maluku Utara, Papua

Kampung

Kepala kampung

9

Sulawesi Utara

Desa/kampung

Kepala desa/kepala kampung

10

Sulawesi Selatan, NTT

Desa gaya baru

Kepala

11

Bali

Desa/Perbekel

Kepala desa/Perbekel

12

Maluku Tengah, dan Tenggara

Negeri

Pemerintah Negeri






REVIEW MATERI SEJARAH PEDESAAN PERTEMUAN 4

Pada mulanya, desa di Jawa dihuni oleh orang-orang satu keturunan atau sekerabat. Mereka mempunyai nenek moyang yang sama yang menjadi cikal bakal pendiri pemukiman. Pada masa lalu, desa sebagai satu kesatuan masyarakat mempunyai tiga hal yang dalam ungkapan Jawa terdiri dari:

1.   Rangkah (wilayah). Daerah dalam arti tanah pekarangan, tanah pertanian serta penggunaannya, termasuk aspek lokasi, luas dan batas, semuanya merupakan lingkungan geografis setempat. Misalnya, jika secara batas alam, desa dibatasi oleh gunung, sungai, dan lain-lain.

2.      Darah (keturunan). Penduduk meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran serta mata.

3.   Warah (adat). Tata kehidupan adalah ajaran tentang tata hidup, tata pergaulan, dan ikatannya sebagai warga masyarakat desa. Tata kehidupan tidak lepas dari usaha penduduk untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraannya.

Jadi, kesimpulannya adalah setiap desa pasti memiliki geographical setting dan human effort yang berbeda-beda. Ada desa dengan sumber daya menguntungkan, tetapi semangat membangun, keterampilan dan pengetahuan masyarakatnya kurang, sehingga desanya tidak maju. Sebaliknya ada desa yang sumber dayanya terbatas, tetapi ekonominya maju karena kemampuan penduduk dalam mengatasi berbagai hambatan alam yang dipengaruhi oleh unsur-unsur geografis wilayah yang ditempati. Sumber daya alam harus diikuti oleh sumber daya manusia. Empat unsur geografis yang mempengaruhi pola persebaran desa yaitu

1.   Unsur lokasi, yaitu menyangkut letak fisiografis. Misalnya, jauh dekatnya dengan jalan raya, sungai, rawa, penggunungan, pantai, kota, dan sebagainya. Letak fisiografis ini mempengaruhi ekonomi desa, kemajuan, kebudayaan, dan pendidikan masyarakat desa.

2.  Unsur iklim. Tipe iklim sangat bergantung pada ketinggian letak desa secara topografis diatas permukaan laut.

3.  Unsur tanah, menyangkut keberhasilan mata pencaharian. Jadi, setiap desa memiliki ciri-ciri perekonomian tertentu yang berhubungan dengan budidaya tanahnya.

4.      Unsur air, adalah sumber hidrolis untuk keperluan domestik, seperti irigasi, perikanan, peternakan.

Persebaran desa artinya menggerombolnya atau saling menjauhinya antara desa satu dengan yang lain, yang disebabkan fasilitas, iklim yang kaitannya dengan ketinggian tempat. Penduduk desa merupakan satu unit sosial dan unit kerja. Masyarakat desa mewujudkan suatu paguyuban atau gemeinschaft dengan kuatnya ikatan keluarga. Ciri-ciri wilayah desa menurut Dirjen Bangdes, yaitu perbandingan lahan dengan manusia cukup besar (lahan desa lebih luas dari jumlah penduduknya, kepadatan rendah), lapangan kerja didominasi agraris, hubungan antar warga desa amat akrab, dan tradisi lama masih berlaku. Macam bentuk dan pola desa, yaitu menyusur sepanjang pantai, terpusat, linier di dataran rendah, mengelilingi fasilitas tertentu. Pola desa menurut Bintarto, yaitu

1.    Pola memanjang sepanjang jalan, terdapat di daerah yang arealnya datar dan menghubungkan dua kota. Pola desa yang memanjang bertujuan untuk mendekati prasarana transportasi sehingga memudahkan untuk berpergian ke tempat lain. Selain itu juga memudahkan pergerakan barang dan jasa.

2.      Pola memanjang sungai. Pola persebaran desa terletak di kanan kiri sungai. Pola ini memanfaatkan air sungai untuk berbagai keperluan, dan umumnya terdaoat pada daerah dataran.

3.    Pola radial. Pola persebaran desa radial atau melingkar terdapat di daerah gunung berapi, biasanya terletak di kanan kiri sungai-sungai di lereng gunung tersebut.

4.   Pola tersebar. Pola ini umumnya terdapat di daerah yang homogen dengan kesuburan yang tidak merata, seperti di pegunungan kapur (karst). Desa satu dengan yang lain dihubungkan oleh jalan setapak.

5.  Pola memanjang pantai. Di daerah-daerah pantai yang landai, pola persebaran desa biasanya memanjang mengikuti arah garis pantai. Desa memanjang pantai merupakan desa nelayan yang mata pencaharian penduduknya menangkap ikan di laut.

6.      Pola sejajar jalan kereta api.

Penjelasan empirik tentang desa, secara umum terdapat persepsi yang salah tentang desa karena cenderung direndahkan, padahal secara historis masyarakat desa memiliki peran penting terhadap sejarah pendudukan dan perkembangan peradaban manusia. Sebelum bercocok tanam, proses cikal bakal komunitas masyarakat desa, prosesnya sangat lambat, karena nomaden tidak membutuhkan hubungan dan kerjasama secara teratur dan permanen karena masih berpindah-pindah mengikuti binatang buruannya. Hal ini mencerminkan bentuk pra-masyarakat karena masih belum teratur dan permanen. Kegiatan bercocok tanam menandai lahirnya fenomena desa, karena pengertian pokok desa yaitu tempat menetap atau bermukim dari sekelompok orang yang memiliki ketergantungan terhadap suatu tenpat. Secara keilmuan, menurut Paul H. Landis, desa merupakan lingkungan dimana warga memiliki hubungan akrab dan bersifat informal. Menurut tujuannya, analisis desa memiliki tiga pengertian, yaitu secara statistik, sosial psikologi, dan ekonomi. Menurut Roucek dan Warren, untuk memahami masyarakt desa dapat dilihat dari karakteristiknya, yaitu besarnya peranan kelompok primer, dan faktor geografis sebagai dasar pembentukan kelompok.

Menurut Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman, faktor-faktor yang menentukan karakter masyarakat desa, yaitu mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan, diferensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial, dan solidaritas sosial. Hal ini akan menentukan bagaimana praktiknya sukar untuk diterapkan karena semakin meningkatnya mobilitas sosial masyarakat semakin berkembangnya jalur transportasi sehingga yang terjadi adalah tipisnya perbedaan antara desa dan kota. Ciri masyarakat desa menurut Talcot Parsons yaitu menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional atau gemeinschaft, sebagai berikut:

1.  Efektifitas, berhubungan dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan, dan kemesraan, yang diwujudkan dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, simpati terhadap musibah dan menolongnya tanpa pamrih.

2.   Orientasi kolektif, dengan mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka berbeda pendapat, harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

3.  Partikularisme, yaitu semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.

4.      Askripsi, yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.

5.    Kekabaran (difusines), yaitu sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung untuk menunjukkan sesuatu. Masyarakat desa yang masih murni, yang belum terpengaruh dari luar sebenarnya terdapat bermacam macam gejala yaitu tentang konflik atau pertengkaran, kontroversi atau pertentangan, kompetisi atau persiapan. Penilaian atau pandangan masyarakat desa itu dianggap tinggi pada masyarakat yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain.

Di dalam konsep struktur sosial terkandung pengertian adanya hubungan-hubungan yang jelas dan teratur antara orang yang satu dengan yang lainnya. Perlu aturan main yang diakui dan dianut, yaitu norma atau kaidah yang konkret dan bersifat mengikat sehingga diperlukan lembaga atau institusi. Pitirim A. Sorokin membedakan struktur sosial menjadi:

1. Struktur sosial vertikal, yaitu berdasarkan pelapisan atau stratifikasi sosial yang akan menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang bersifat hirarki. Untuk mengenalinya digunakan lambang status atau status simbol, yaitu semua hal atau benda menjadi pertanda dari suatu lapisan sosial, contohnya kekayaan, gaya hidup, pendidikan, keturunan, dan lain sebagainya.

2.   Struktur sosial horizontal (diferensiasi sosial), yaitu menggambarkan variasi atau keberagaman dalam pengelompoka-pengelompokan sosial.

Pola pemukiman menurut Smith dan Zopf berkaitan dengan hubungan-hubungan spasial antara pemukiman penduduk desa yang satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka. Menurut Paul H. Landis, terdapat empat pola tipe pemukiman, yaitu mengelompok murni yaitu paling dominan di dunia, mengelompok tidak murni, menyebar teratur, menyebar tidak teratur.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal: Sejarah Perkembangan Islam di Brunai Darussalam

RESENSI BUKU REFORMA AGRARIA: Landreform dan Redistribusi Tanah di Indonesia

REVIEW MATERI MATA KULIAH SEJARA PEDESAAN PERTEMUAN KE-9